Namanya Anna Marliana umur 41 tahun tinggi, putih, cantik, rajin, bersih namun ada satu kelemahannya yang kadang membuat kesal seluruh isi keluarga adalah sifatnya yang perfectsionis. Sewaktu muda ia banyak dikagumi oleh para pemuda yang mengenalnya, mungkin karena kecantikannya, sayangnya kecantikan yang ia miliki tidak menjadikannya bersyukur karema mendapat anugrah yang tidak semua orang mendapatkannya, termasuk saya sebagai penulis yang mempunyai wajah pas-pasan bernilai enam jika di point. Nasip…
Kecantikan yang Kak Anna miliki menjadikan ia berlaku sombong terhadap semua lelaki yang tidak tampan dan berpendidikan. Setiap ada pemuda yang mencoba mendekatinya namun tidak sesuai dengan level yang sudah ia tetapkan maka dengan mentah ia tolak. Kak Anna yakin hal inilah yang menyebabkan sampai sekarang ia belum mempunyai pendamping hidup, sementara teman-teman seangkatannya sudah meminang cucu. Bahkan mayoritas keponakannya sudah berkeluarga.
Penyesalan atas sikap sombongnya menjadikan dirinya kini labil, emosinya cepat sekali naik turun dan tidak terkontrol sebentar ia tertawa terbahak-bahak lima menit kemudian ia marah-marah, ia tidak gila ia hanya despresi. Kak Anna ku kenal dari kunjunganku ke Kalimantan selama dua minggu, awalnya aku sangat kesal atas sikapnya yang kadang egois dan kekanak-kanakan, namun belakangan setelah ku tau jalan hidupnya aku menjadi memberikan ia pengertian, dan semangat serta dorongan untuk ia terus maju menjalani hidup.
Setiap sore aku dan Kak Anna selalu melihat matahari terbenam dari halaman belakang rumah Pak Mansyur salah seorang manager daru PT. REA KALTIM. Aku berusaha menjadi pendengar yang baik untuknya, ia selalu bercerita tentang masa mudanya dimana ia mulai berpacaran semenjak umurnya 15 tahun, sebenarnya Kak Anna adalah seorang sosok wanita yang setia dan hal itu terbukti dengan ia manyimpan foto pacar pertamannya, cinta pertamanya meski kejadiannya sudah kurang lebih 26 tahun yang lalu. Kak Anna dan pacar pertamanya sebenarnya saling cinta dan berniat untuk melanjutkan hubungan ke jenjang yang lebih serius, namun perbedaan agama menjadi penghalang cinta di antara mereka. Kak Anna adalah seorang Kristen protestan dan kekasihnya adalah seorang muslim. Apa mau dikata hubungan mereka di tentang oleh Ayah Kak Anna, dan kandas di tengah jalan hubungan mereka berlangsung selama 6 tahun.
Kerutan-kerutan wajahnya nampak jelas menandakan ia rindu kasih sayang, ia rindu perhatian dan belaian seorang laki-laki dan perlindungan dimasa tuanya. Kali ini ia sungguh teramat menyesali perbuatannya semasa muda dulu. Kak Anna yang sombong kini ia berubah menjadi seorang wanita yang ramah dan baik hatinya. Meski kadang emosi meledak-ledak untuk hal yang sepele.
“Tenang aja Kak, Tuhan itu maha adil, Dia tau yang terbaik untuk Kak Anna, sabar aja Kak, Desny yakin nanti pangeran Kakak akan datang kok?” kataku sore itu mencoba untuk menghiburnya.
“Iya, tapi kapan?” Tanya Kak Anna sedikit memelas.
“Kan udah ada Pak Iyan?” jawabku meledek.
Saat ini sebenarnya Kak Anna sudah mempunyai seorang kekasih hati Yanders namanya, sorang Protestan juga, pensiunan ABRI dan umurnya 65 tahun, tua memang namun Pak Iyan adalah seorang yang modis sehingga ia tidak terlihat seperti umur yang sesungguhnya. Kak Anna mengenalnya dalam acara Natal 2006 silam, kala itu ia sedang berdoa meminta seorang pendamping pada Yesus, dan ternyata Pak Iyan sudah berada di sampingnya, perkenalan mereka pun berlanjut menjadi hubungan sepasang kekasih dan merencanakan menikah awal tahun depan hal ini dikarenakan istri Pak Iyan baru meninggal setahun yang lalu jadi untuk menghormati mendiang istrinya Pak Iyan memberi jeda satu tahun pernikahan dengan kematian istrinya.
Pada hakikatnya Pak Iyan dan Kak Anna sama-sama merindukan kasih sayang, karena pada tahun 1987 silam istri Pak Iyan mengalami sebuah kecelakaan yang mengakibatkan tangannya di amputasi dan tragisnya semenjak itu istrinya sudah tidak bisa melaksanakan kewajibannya sebagai seorang istri itu melayani suami lahir dan batin. Namun Pak Iyan tetap setia mendampingi sang istri hingga maut yang memisahkan mereka, tanpa rasa malu atau canggung sekalipun Pak Iyan mengenalkan istrinya pada teman-temannya, mendorong kursi roda untuk berjalan-jalan menghabiskan sore bersama dengan cucunya. Sungguh pemandangan yang indah sekali kesetiaan seorang suami terhadap istrinya.
Oleh karena itu Tante Lina adik kandung Kak Anna, sekaligus yang menjadi ibu dari ke empat anak-anak dari tola’ (panggilan om dalam bahasa makasar) sangat mendukung sekali ketika Kak Anna memutuskan untuk menjalin hubungan dengan Pak Iyan, seorang laki-laki yang setia dan bertanggung jawab.
“Duh, Kak Anna nanti kalo nikah jangan lupa undang Desny ya?” ledekku.
“Iya nanti semuanya aku undang, aku ingin berbagi kebahagiaan yang udah lama aku impikan kepada semua orang, ya ga udah pesta tapi cukup selametan aja, sebabnya malu udah tua.” jawab Kak Anna tampak harapan yang Indah dalam kedua matanya.
“Kalo nanti udah nikah sama Pak Iyan Kak Anna mau apa?” tanyaku lagi.
“Kakak mau pukul kepala Pak Iyan” jawabnya singkat.
“Lo kok dipukul, kenapa?”
“Iya udah dipukul terus aku bilang lama sekali kamu datang? Aku nunggu kamu sampai tua begini?” Spontan aku tertawa terbahak-bahak mendengar jawaban Kak Anna yang seperti itu.
Hm, hidup memang butuh proses. Hal ini sungguh menjadi pembelajaran yang amat berarti bagiku. Hidup ternyata tidak semudah apa yang kita bayangkan, hidup tak sesulit apa yang kita kira. Takdir, umur, jodoh, rezeki semua memang sudah menjadi takdir yang Kuasa. Kita sebagai manusia hanya dapat berusaha sekuat tenaga agar yang terbaiklah yang kita peroleh, yang kita dapatkan, dan hidup memang penuh misteri.
Kak Anna, mungkin ini memang hanya sebuah tulisan yang sederhana, karena aku belum sanggup untuk menuliskan yang lebih dari pada ini, biarpun demikian mengenal Kakak adalah hal yang berarti untukku, apapun yang sudah Kakak perbuat untuk ku selama dua minggu di Kalimantan akan aku ingat selamanya. Dan tulisan ini khusus ku persembahkan untuk Kakak semoga Tuhan memberikan yang terbaik untuk Kakak, amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar