Sabtu, 29 Mei 2010

Rindu Ibu adalah Rinduku


Rindu Ibu adalah Rinduku (Based on True Story by : Motinggo Busye)

Sebagai seorang istri, Lisdayani kadangkala memelas hati melihat suaminya yang kerja keras banting tulang demi memenuhi kebutuhan mereka beserta ke-6 anaknya yang masih kecil. Sempat ia berfikir ia akan menyuruh Tomo, anak mereka yang paling besar baru berumur 12 tahun untuk berjualan koran membantu keuangan keluarga, namun ia tak sampai hati melihat putra sulungnya bekerja mencari nafkah di usia yang masih dini itu.

Kehidupan mereka berubah setelah Kris suami Lis bertemu dengan mantan anak buahnya semasa perang dulu, Sunaryo namanya. Bahkan Naryo dulu pernah diselamatkan nyawanya oleh Kris. Saat ini Naryo sudah menjadi seorang bisnisman yang makmur. Naryo memberikan jabatan penting di perusahaannya dan juga sebuah rumah yang layak untuk di tempati Kris sekeluarga.

Kris mengalami kemajuan pesat dalam kehidupan dan karirnya, suatu saat ia merindukan Ibunya dan memutuskan untuk mengambil cuti dan berziarah le makam Ibunya tersebut. Menjelang cuti tiba ia selalu membawa kegembiraan untuk anak-anaknya. Siapa disangka cutinya kali ini adalah cuti terakhir sekaligus yang paling panjang, karena tepat pada hari keberangkatan mereka untuk berlibur, justru Kris menghembuskan nafas terkhirnya.

Kematian suaminya adalah hal pil pahit yang harus di telan oleh Lis. Lewat bantuan Naryo pula Lis bekerja pada perusahaan yang sama dengan suaminya. Karirnya pun mengalami kemajuan pesat sehingga Ia sering sekali meninggalkan anak-anaknya keluar negri.

Lambat laun teriris hati Lisdani ketika menyadari hidup sebatang kara, seolah ia besarkan ke-6 anaknya dengan jatuh bangun justru untuk meninggalkannya. Ia didera perasaan rindu begitu dalam, sampai-sampai ia memutuskan untuk memasang iklan di koran. Namun, hatinya tambah hancur ketika menerima balasan surat tanpa alamat dari Faruk, anak yang paling menyayanginya.

…Ketika saya mendengar dari teman yang memabaca iklan itu, saya pun jatuh sakit.

Saya sedih, Ibu saat ini pastilah sepi, karena semua anak-anak ibu tidak bersama Ibu sekarang. Kalau memikirkan hal itu, saya lantas merasa berdosa ikut meninggalkan ibu. Saya sudah minta taubat pada Tuhan, semoga dosa saya diampuni. Saya mohon maaf pada Ibu, karena surat saya ini singkat berhubung masih berbaring sakit. Tapi bukan sakit berat Bu. Jangan kuatir, Insya Allah saya segera sembuh. Tetapi Bu, kerinduan saya untuk berjumpa dengan Ibu kadang-kadang membuat saya cengeng dan menangis.

Betapa Faruk adalah anak yang paling mengerti perasaannya, betapa ia adalah anak yang paling berbakti padanya. Bagaimana dengan anak-anak Lis yang lain: Tomo, Kemal, Surti, Liani dan Sinta, rindukah mereka pada Ibunya? Bagaimana perjuangan Lis mencari anaknya yang lain untuk menumpahkan kerinduannya?

Silakan membaca kelanjutannya, novel ini bagus untuk pencerahan jiwa, karena disini kita dapat belajar betapa berharganya nikmat sebuah kebersamaan, tanggung jawab, kesetiaan, kasih sayang, dan kerja keras. Selamat membaca... ^_^

2 komentar:

idel mengatakan...

Saya membaca cuku ini (Rindu Ibu Adalah Rinduku) kurang lebih 35 tahun yang lalu, pada saat itu pengarang/ penulis buku ini masih hidup dan masih berkarya.
Namun makna cerita dalam karya di atas masih ada sampai sekarang dalam ingatan saya
Dan ketika membaca tulisan dalam blog ini saya merasa harus mencari dan membaca kembali novel ini untuk bernostalgia dan sebagai pengungat bahwa saya juga pernah memiliki seorang ibu yang begitu mengasihi anak-anaknya

idel mengatakan...

Saya membaca buku ini (Rindu Ibu Adalah Rinduku) kurang lebih 35 tahun yang lalu, pada saat itu pengarang/ penulis buku ini masih hidup dan masih berkarya.

Namun makna cerita dalam karya di atas masih ada sampai sekarang dalam ingatan saya, dan ketika membaca tulisan dalam blog ini saya merasa harus mencari dan membaca kembali novel ini untuk bernostalgia dan sebagai pengingat bahwa saya juga pernah memiliki seorang ibu yang begitu mengasihi anak-anaknya